Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan 10 persen obat yang beredar di seluruh dunia adalah palsu. Adapun laporan United States Trade Representative (USTR) dalam 301 Report tahun 2008 memperkirakan 25 persen obat yang beredar di Indonesia adalah palsu.
Di beberapa negara berkembang lain, seperti Afrika, peredaran obat palsu diperkirakan mencapai 40 persen.
”Obat palsu tidak saja mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan terhadap pemerintah dan industri, tetapi juga dapat memperburuk kondisi pasien dan mengakibatkan kematian,” kata Ketua International Pharmaceutical Manufacturers Groups (IPMG) Thierry Powis saat meluncurkan situs www.stopobatpalsu.com di Jakarta.
Powis menambahkan, obat palsu dapat memperlambat proses penyembuhan pasien, menyebabkan pasien kebal terhadap obat, mengakibatkan kerugian ekonomi, dan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap sistem kesehatan.
”Negara-negara berkembang seperti Indonesia adalah negara yang lebih rentan terhadap dampak dari isu ini,” ujar Powis.
Direktur Eksekutif IPMG Parulian Simanjuntak menyatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah penjualan obat palsu di dunia setiap tahunnya mencapai 35 miliar-40 miliar dollar AS.
”Keberadaan obat palsu bukan hanya masalah internasional, tetapi juga merupakan masalah yang serius di Indonesia,” kata Parulian Simanjuntak.
Belum ada data
Menurut dr Erni yang mewakili Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Fachmi Idris, hingga saat ini belum ada data pasti berapa banyak obat yang dipalsukan di Indonesia.
”Belum ada satu pun data yang bisa disajikan. Golongan atau jenis obat apa yang dipalsukan, berapa persentase pemalsuan dari setiap golongan atau jenis obat, berapa insiden timbulnya efek samping atau bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan obat palsu, semuanya belum ada penelitian,” ujar dr Erni.
Erni menambahkan, golongan atau jenis obat yang dipalsukan berbahaya apabila obat dengan margin of safety sempit atau obat untuk kedaruratan medik.
Weddy Mallyan dari Pusat Penyelidikan Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) menyatakan, keberadaan obat palsu mengancam kredibilitas pemerintah.
”Nanti masyarakat mempertanyakan, apa yang sudah dilakukan Badan POM? Kok tidak habis-habisnya obat palsu. Tidak ada satu pun negara di dunia ini yang bisa bebas dari obat palsu sejauh permintaannya masih tetap ada. Kalau kita tidak mau membelinya, ya suplainya tidak akan ada,” kata Weddy.
Untuk memutus suplai obat palsu, Badan POM memiliki alat pendeteksi obat palsu yang harga per unitnya Rp 1,5 miliar.
”Karena kami sudah punya standar obat asli, obat palsu tinggal ditempelkan saja ke alat yang besarnya sama dengan telepon genggam. Nanti langsung ketahuan mana obat yang palsu,” kata Weddy.
Agar terhindar dari obat palsu, masyarakat sebaiknya membeli obat resep atau keras hanya di apotek. Selain itu, konsumen juga harus mengecek ulang dengan cermat nama obat, nama produsen, pola penggunaan, serta tanggal kedaluwarsanya. Selain itu harus dicek apakah obat tersebut mempunyai nomor izin edar (NIE) dari Badan POM dan penandaan obat.
”Masyarakat pun diharap proaktif, misalnya segera melaporkan ke dokter jika tidak ada kemajuan setelah meminum obat sesuai dosis yang ditentukan,” kata Weddy. (LOK)
Sumber : http://kesehatan.kompas.com
Sumber gambar : http://cybermed.cbn.net.id/UserFiles/Image/cybermed/Health%20News/Feb08/obatpalsu_200_200.gif
Monday, March 23, 2009
Kesehatan : 25 Persen Obat di Indonesia Palsu
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment